Sunday, 29 May 2016

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA




MUHAMMAD TAUFIQUR RAHMAN, S.Pd.I

Pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan yang paling sulit di dunia bagaimana tidak, banyak hal yang menjadi problem di Indonesia, negeri yang mempunyai ribuan pulau, ratusan suku ras, berbagai macam bahasa tentunya ini juga menjadi factor sulitnya pendidikan di Negara ini.

Thursday, 5 May 2016

TUGAS MATAKULIAH TEKNOLOGI PENDIDIKAN




PASCASARJANA PAI UNMUH PONOROGO

ULAMA SAAT INI



Ulama adalah orang yang mengetahui syariat Allah SWT, memahami agama, dan mengamalkannya. Dan Allah SWT juga memberikan kepada mereka itu hikmah penunjuk jalan hidup (Al-Baqarah: 269). Ulama juga dijadikan sebagai penunjuk bagi umat dalam masalah fiqh (hukum), perkara agama dan juga perkara dunia. Ulama juga disebut fuqaha’ Islam (pakar hukum Islam), pengeluar fatwa, dan menjelaskan pranata panduan halal dan haram (Ibnu Qayyim al-Jawziyyah: I’lam al-Muwaqqi’in: 1/7). Ulama punya kedudukan agung, dan mereka disebut sebagai pewaris para Nabi. Ulama juga suatu kelompok orang yang berjuang sesuai dengan perintah Allah SWT (HR. Muslim: 3/1024). Bahkan, Ali bin Abi Thalib menegaskan, setiap zaman yang dilalui itu pasti ada ulama. Walaupun mereka sudah tiada, tapi pengaruhnya masih ada di lubuk hati umat Islam (Ibnu Abdil Bar: Jami’ Bayan al-Ilm wa Fadhlih: 1/68).

Ulama itu bisa dikenal dengan ilmu yang mereka miliki. Mereka juga dikenal dengan konsisten berpegang kepada Islam. Ulama juga dikenal dengan jihadnya dalam dakwah Islam. Dan ulama juga dikenal sebagai hamba (makhluk) yang takut kepada Allah SWT (Fathir: 28).

Dengan kedudukan ulama yang agung ini, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk patuh kepada ulama (Al-Nisa': 59). Allah SWT juga memerintahkan Umat Islam untuk mempelajari agama Islam ini kepada ulama (Al-Anbiya': 7). Jelas, tugas ulama itu sungguh agung. Dan keagungan kedudukan mereka itu datang dari pernyataan Allah SWT, dan bukan dari penobatan oleh pemerintah berkuasa.

Fatwa

Pemberi fatwa (mufti) yang menjelasan hukum Allah SWT itu adalah tugas agung melanjutkan dakwah Rasulullah SAW untuk menjelaskan Islam kepada umat. Rasulullah SAW adalah orang yang pertama memberikan fatwa kepada umatnya. Ini dapat dilihat dalam berbagai hadis yang berkaitan dengan penyelesaian masalah yang ditanyakan oleh umat. Setelah Rasulullah SAW tiada, para sahabat menggantikan tugasnya dalam memberikan fatwa. Sahabat Nabi yang banyak memberikan fatwa itu ialah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Aisyah isteri Rasulullah SAW, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar. Dan fatwa mereka ini telah dikumpulkan dalam sebuah buku khusus yang dapat dijadikan sebagai Eksiklopedi Fatwa Sahabat Nabi.

Pada masa perkembangan fiqh Islam, banyak fatwa yang dikeluarkan oleh ulama dari berbagai mazhab fiqh, dan telah terhimpun dalam berbagai buku. Dalam Mazhab Hanafi, di antaranya terdapat dalam buku Fatawa Qadhikhan, al-Fatawa al-Kubra dan al-Shughra. Dalam mazhab Maliki, di antaranya terdapat dalam buku Fatawa Ibnu Rusydi dan Fatawa al-Syatibi. Dalam mazhab Syafi’i, di antaranya terdapat dalam buku Fatawa Ibnu al-Shalah, Fatawa al-Nawawi, Fatawa al-Subki, dan Fatawa Ibnu Hajar al-Haitsami. Dan dalam mazhab Hanbali, di antaranya terdapat dalam buku Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah, dan lainnya.

Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan dalam bukunya al-Fatwa Bayna al-Indhibath wa al-Tasayyub, bahwa ulama yang berkelayakan memberikan fatwa itu mempunyai syarat tertentu yang mesti terpenuhi pada diri mereka. Di antaranya, ulama tersebut punya pengetahuan yang mendalam tentang Alquran, Sunnah Nabi dan bahasa Arab. Ulama itu juga berpengetahuan luas tentang pendapat ulama fiqh, tentang ijma’ (kesepakatan) ulama pendahulunya, dan mengerti tentang kondisi zamannya. Dan seorang ulama pemberi fatwa juga mesti menguasai perangkat ilmu metodologi mengeluarkan hukum dari Alquran dan Sunnah, yaitu ilmu ushul fiqh.

Dalam memberi fatwa juga ditetapkan panduan yang menjadi pegangan ulama, agar tidak keliru dalam mengeluarkan fatwa. Di antaranya, ulama pengeluar fatwa itu tidak fanatik atas mazhab fiqh tertentu. Karena fanatik mazhab itu hanya membenarkan pendapat mazhab fiqh anutannya, dan suka menyalahkan (menganggap bid’ah) pendapat fiqh lain.