Thursday, 31 October 2013

you is what do you thinking...

Kekuatan Pikiran, Hati dan Tindakan
Supaya kuat, pikiran harus selalu diberi makanan dan rangsangan. Seperti otot, pikiran akan kuat ketika terus kita latih, latih dan latih. Kita harus selalu melatih cara berpikir positif ini, dengan memberikan sugesti dan penguatan pada pikiran positif yang kita inginkan.
Penulis: Boy Hadi Kurniawan 
Kekuatan Pikiran, Hati dan Tindakan
ilustrasi (mindopenerz.com)
Kekuatan pikiran manusia menentukan kekuatan dirinya. Pepatah mengungkapkan bahwa manusia adalah seperti yang dipikirkannnya. Ketika dia berpikir baik dan positif, maka kebaikan dan hal-hal positiflah yang akan terjadi dalam hidupnya.
Dia akan menjadi lebih bahagia, enjoy dan nyaman dalam kehidupannya. Sebaliknya pikiran negative akan membuat dia menderita, dan tidak nyaman dalam hidupnya. Oleh karena itu pikiran positif ini harus selalu kita perkuat dan kita tanamkan dalam diri kita.
Supaya kuat, pikiran harus selalu diberi makanan dan rangsangan. Seperti otot, pikiran akan kuat ketika terus kita latih, latih dan latih. Kita harus selalu melatih cara berpikir positif ini, dengan memberikan sugesti dan penguatan pada pikiran positif yang kita inginkan.
Pikiran juga akan kuat dengan kita selalu berpikir, menambah ilmu pengetahuan baru dan menantang pikiran kita dengan olahraga pikiran seperti menjawab soal, mencari solusi terhadap permasalahan, memberi makanan sehat untuk penguat otak dan pikiran kita, melatih konsentrasi, berolahraga, music yang menenangkan dan sebagainya.
Pikiran akan lebih aktif bekerja dalam keadaan sersan atau serius tapi santai. Otak berada dalam gelombang alfa.
Akan tetapi pikiran akan lemah jika tidak dibarengi oleh kekuatan hati dan keyakinan. Katakanlah pikiran kita sudah percaya pada suatu hal yang logis dan rasional. Tapi jika dalam hati ada keraguan, was-was, kelemahan maka, pikiran yang sudah kuat tadi akan melemah akibat emosi negative yang timbul dari hati yang tidak yakin atau kuat tadi.
 Maka kekuatan pikiran harus dibarengi oleh kekuatan hati atau kekuatan spiritual, mental dan emosional. Kita harus memiliki hati yang kuat, jiwa yang kuat yang akan memperkuat pikiran positif yang kita miliki tadi. Hati yang kuat adalah hati yang tidak memiliki keraguan sedikitpun terhadap pikiran positif yang dimilikinya.
Sebagai contoh pikiran menganalisa, memerintahkan dan memutuskan bahwa bertanya lebih baik daripada kita diam saja dalam belajar ketika kita tidak tahu. Tapi hati yang takut dan tidak berani akhirnya mengalahkan pikiran positif dan sehat tadi.
Maka untuk memperkuat hati ini, maka hati atau jiwa ini perlu dilatih juga. Perlu dikembangkan kekuatan hati dan jiwa yang positif. Yaitu kepercayaan diri, keyakinan yang kuat, keberanian, kesabaran, keikhlasan, rasa syukur, kegembiraan, ketenangan, kelapangan hati, dan sebagainya. Maka keyakinan adalah induk dari hati yang sehat.
 Keyakinan akan menumbuhkan keberanian dan kekuatan pada hati tersebut. Jika keyakinan dan keberanian sudah menjadi dominan dalam diri kita, maka rasa takut, cemas, khawatir, ragu-ragu akan hilang dan sirna dengan sendirinya. Maka latih dan pupuklah terus keyakinan kita dengan memperbanyak pikiran positif, kemudian berani untuk menerapkan dan melakukan apa yang kita pikirkan dan yakini tersebut.
Jadi berikutnya kunci memperkuat pikiran dan hati adalah dengan menerapkan, melatih dan melakukannya dalam lapangan kehidupan ini. Karena jika pikiran dan hati yang positif itu hanya sekedar tersimpan dalam diri, tapi tidak teruji dalam aplikasi kehidupan maka semua itu tidak ada gunanya.
Karena pikiran positif, hati yang yakin dan berani semuanya bermanfaat bagi kehidupan kita untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan yang kita inginkan. Hanya satu cara untuk mencapainya yaitu “melaksanakannya”.  Inilah yang disebut kekuatan iman paripurna, yaitu dipikirkan, dikatakan, diyakini, dan dilaksanakan. Singkronisasi antara ilmu, iman dan amal saleh. Itulah yang harus kita lakukan.

Wednesday, 30 October 2013

The Power Of Soul..........

“Dengan kekuatan jiwa, kita bisa melakukan apapun yang kita inginkan. Segala aktifitas kita ditentukan oleh kondisi jiwa kita”.
Kita sepakat bahwa keseimbangan jiwa digambarkan oleh rasa ikhlas, sabar, tenang, tentram, dan damai. Sedangkan jiwa yang tidak seimbang adalah jiwa yang digambarkan oleh rasa marah, benci, malu, tidak percaya bahwa dirinya bisa atau tidak yakin memiliki potensi dan lain-lain.
Kali ini, saya hendak menceritakan tentang kekuatan keseimbangan jiwa ini. Dengan jiwa yang dalam keadaan seimbang, kita bisa melakukan apapun yang kita inginkan atas perintah otak kita (bukankah otak sebagai dirigen dari segala aktifitas kita? Jika otak kita memerintah jari tangan kita untuk memegang pulpen, maka jaritangan kita akan menurutinya). Sebaliknya, meskipun otak kita memberi instruksi untuk melakukan sesuatu, jika jiwa kita tidak dalam keadaan seimbang maka hasilnya tidak akan maksimal, bahkan gagal (saya akan mengaitkan hal ini dengan peristiwa patahnya pencil hanya dengan satu jari dalam sharing Johanes Ariffin Wijaya, di Hongkong baru-baru ini).
Namun sebelumnya, ijinkan saya memberi contoh lain, mengenai kinerja otak dengan kekuatan jiwa. Ketika suatu saat kita mendapati seorang teman mengatakan pada kita bahwa kita sulit sukses. Parahnya, hal ini didukung oleh tidak saja argument yang masuk akal, namun juga didukung sepenuhnya oleh banyak data, testimoni, dan ilustrasi yang akurat mengenai alasan-alasan kenapa kita tidak akan menjadi sukses.
Misalnya, ini sekedar contoh, “kamu seorang pembantu rumah tangga, lulusan SMU yang tingkat intelejensinya dibawah rata-rata, mana mungkin bisa menjadi seorang penulis buku dan menjadi seorang pembicara, apalagi kegiatan kamu yang menunjang untuk itu tidak ada sama sekali, bahkan secara fisik kamu lemah?”

Otak kita memang menerima ini, jika data-data yang tersampaikan memang cocok dengan keadaan kita yang sebenarnya. Namun, jika jiwa kita ikut menyetujuinya, maka kemungkinan besar kita tidak akan berubah atau tetap meyakini keyakinan itu sebagai suatu kebenaran. Sehingga kita akan terbelenggu oleh keyakinan yang salah.
Jika jiwa kita lemah, informasi dari otak tersebut akan membelenggu jiwa kita untuk “tidak percaya pada kemampuan diri”. Apalagi jika selama ini kita membiarkan hal-hal negatif masuk ke dalam jiwa kita, misalnya rasa pesimis. Akibatnya, kita akan percaya bahwa kita “tidak bisa“. Jika kita sudah percaya bahwa kita tidak bisa, maka kita tidak akan melakukan tindakan untuk mau belajar supaya bisa. Jiwa yang lemah menggambarkan jiwa yang tidak seimbang: penuh rasa pesimis, takut gagal, tidak bergairah dan mudah menyerah.
Lain halnya jika jiwa kita kuat, informasi dari otak tersebut akan dianalisa dahulu. Jiwa yang kuat akan selalu mengatakan “aku bisa”. Kenapa? Karena dalam jiwa yang kuat selalu di isi dengan berbagai makanan positif, misalnya selalu mendengar kata-kata motivasi yang mengakibatkan kita selalu optimis. Jika kita sudah percaya bahwa kita bisa, maka kita akan selalu mencari jalan untuk tujuan sukses kita. Selalu belajar dan belajar bagaimana supaya bisa. Dan jiwa yang kuat ini menggambarkan jiwa yang seimbang: penuh rasa optimis, bergairah dalam meraih tujuan, tidak pernah ada rasa takut gagal karena baginya yang ada hanya belajar.
Yup, ini berarti dengan keseimbangan jiwa, kita bisa melakukan sekaligus mengontrol apapun yang akan kita lakukan. Jika kita gagal maka kita akan menjadikan hal itu sebagai pembelajaran, bukannya merasa putus asa. Sehingga hasil yang kita dapatkan akan maksimal. Ini juga berarti bahwa segala aktifitas kita ditentukan oleh kondisi jiwa, yaitu bagaimana kondisi jiwa kita yang terpatri dalam alam bawah sadar kita ketika melakukan sesuatu.
Bagaimana pendapat Anda?
OK, sekarang saya akan menghubungkan kekuatan jiwa yang seimbang ini dengan peristiwa patahnya pencil hanya dengan satu jari.
Saya takjub sekaligus terkesima ketika saya bisa mematahkan pencil hanya dengan satu jari telunjuk saja (sesuatu hal yang semula menimbulkan kontroversi di otak saya). Ya, saya BISA. Saya belajar ini dari motivator, inspirator sekaligus pesulap motivasi Johanes Ariffin Wijaya (JAW) ketika sharing bareng pada Minggu, 21 Januari 2007 kemarin di lapangan rumput Victoria Park, Hongkong.
Sharing yang dihadiri teman-teman TKW berlangsung sangat meriah dan sangat antusias. Bahkan Johanes Ariffin Wijaya bersama istri beliau yang cantik, Mbak Mimi ditarik-tarik buat pose bersama.
Motivasinya diawali dengan kalimat motivasi dari Andrie Wongso, motivator no 1 Indonesia:
“Jika kita keras terhadap diri kita, maka kehidupan akan lunak terhadap kita. Sebaliknya, jika kita lunak terhadap diri kita maka kehidupan akan keras terhadap diri kita”.

Dan Johanes Ariffin Wijaya mengilustrasikan kalimat motivasi diatas dengan perihal patahnya pensil hanya dengan satu jari. Jika kita keras terhadap diri sendiri (yakin bisa dan tidak ragu-ragu) maka pensil akan patah (lunak). Begitu juga sebaliknya, jika kita terlalu lunak terhadap diri kita, maka pensil akan keras (tidak terpatahkan) dan justru akan membuat jari kita sakit.
Saya gagal dua kali. Pertama melakukan (atas bimbingan Johanes Ariffin Wijaya) jari telunjuk saya sakiiiiiit sekali, kedua melakukan, sakit sekaliiiiiiiii…dan setelah mencoba ketiga kalinya saya kaget, “Ih…sudah patah toh? Berarti saya BISA, dong?” Dan Johanes Ariffin Wijaya menggesturkan jempol tangannya untuk saya, maksudnya:“Luar Biasa”.
Terus apa hubungan antara kekuatan “jiwa yang seimbang” dengan peristiwa patahnya pensil dengan satu jari? Erat, sangat erat. Pengalaman inilah yang hendak saya ceritakan. Ketika jiwa saya tidak seimbang, saya tidak bisa mematahkan pencil tersebut, bahkan sampai gagal dua kali. Pada saat itu jiwa saya menggambarkan rasa takut: takut gagal, takut jari sakit, takut jari saya patah, takut nanti pulang ke Indonesia tanpa telunjuk, takut tidak bisa, tidak yakin bisa dan lain-lain. Sehingga jiwa saya penuh kebimbangan atau tidak dalam keseimbangan.
Saya segera ambil tindakan yaitu, membenahi jiwa saya terlebih dahulu yang saya sadari, masih lemah secara kualitas. Saya harus menguatkan jiwa saya. Saya harus yakin bahwa saya BISA. Saya harus menghancurkan opini-opini di otak saya yang berusaha melakukan upaya pembenaran tentang kegagalan saya.
Saya akhirnya mencoba untuk ketiga kalinya. Konsentrasi penuh dan melakukan afirmasi: “Tidak ada kata gagal. Yang ada hanya BISA atau belajar.” (pada waktu mengatakan ini saya penuh emosi). Kemudian saya melakukan afirmasi lagi: “Ah, cuma mematahkan sebatang pensil kok.” “MUDAH bagi saya.” (ketika mengatakan ini, saya tiba-tiba rileks…tenang gitu ya….karena sepertinya saya SUDAH BISA, sehingga berani bilang “mudah”).
Daaaaaan…….PRAK…….(pensilnya patah). LUAR BIASA !!!
Terimakasih Johanes Ariffin Wijaya !!
Dalam kesempatan ini, saya juga akan menceritakan tentang berhasilnya saya dalam menghancurkan mental block, yaitu takut tampil di depan umum. Terus terang, ketakutan terbesar dalam hidup saya adalah tampil atau berbicara di depan umum. Ini sudah terbentuk dalam jiwa saya yang sudah terpatri dalam alam bawah sadar saya dan sudah mendapat persetujuan dari otak saya.
Saya berhasil, karena saya yakin BISA dan melakukan afirmasi penuh emosi: “Tidak ada kata gagal, yang ada hanya sukses atau belajar.” Kemudian rileks dengan mengatakan dan membayangkan “Sudah Bisa”. Di saat itu saya berada dalam ketenangan dan dengan mudah melakukan tindakan. Jika saya belum mempunyai pengalaman, kenapa saya tidak menciptakan pengalaman pertama?
Meskipun hasilnya masih belum seperti apa yang saya bayangkan. Namun bagi saya ini adalah kesuksesan pertama saya untuk tampil di muka umum, yang mana selama ini kegiatan saya hanya berada di dalam rumah yaitu melakukan tugas sebagai pembantu rumah tangga, serta belum memilki pengalaman dalam berkegiatan di luar rumah. Dan Johanes Ariffin Wijaya sempat “memuji” (bahasa orang negatif “menghina”) saya: “Luar Biasa…bagi yang baru loncat”….hehehe.
Saya percaya, jika kita percaya kita BISA dan sudah terbentuk hal ini dalam jiwa kita, maka kita akan BISA.
Ditulis oleh Eni penulis Anda Luar Biasa

pentingnya muhasabah diri'''''''''

#  Pernahkah kita menyendiri untuk menghisab segala perbuatan (baik perkataan maupun perbuatan kita)?!
#  Apakah kita pernah berusaha untuk menghitung-hitung kejelekan yang kita lakukan sebagaimana kita menghitung-hitung kebaikan?
#  Bahkan pernahkah kita merenungi ketaatan yang sering kita bangga-banggakan???
kalau kita dapati semua itu dicampuri dengan riya dan sum’ah, bagaimana kita bersabar dengan kondisi seperti ini??!
Jikalau seperti itu kondisinya, bagaimana kita menghadap Allah dengan membawa beban berat dosa?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الذِّيْنَ امَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ¤ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللهَ فَأَنْسَهُمْ أَنْفُسَهُمْ) الحشر19-18 )
18.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.19. dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، أَنَّهُ قَالَ فِي خُطْبَتِهِ(حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْل أَنْ تُوزَنُوا ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ ، يَوْمَ تُعْرَضُونَ لاَ تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَة)
Umar bin Khattaab Radhiallahu ‘anhu berkata didalam khutbahnya: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari kiamat), dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di hari kiamat), maka sesungguhnya hisab itu akan ringan bagi kalian jika kalian menghisabnya hari ini (di dunia). Begitu juga dengan hari ‘aradl (penampakan amal) yang agung), Hari tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
¨  Muhasabah (menginstrospeksi diri) itu ada dua macamsebelum beramal dan sesudahnya.
1. Muhasabah sebelum beramal yaitu:hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya.
Hasan al-Bashri berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya.
2. Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan semena-mena, tidak semestinya.  Padahal hak Allah Subhanahu wata’ala berkaitan dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam. Yaitu:
1)     ikhlas dan setia kepada Allah subhanahu wa ta’ala di dalamnya.
2)     mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.
3)     menyaksikannya dengan persaksian ihsan.
4)     menyaksikannya sebagai anugerah Allah subhanahu wa ta’alabaginya
5)     menyaksikan kelalaian dirinya di dalam mengamalkannya.
6)     Demikian, ia harus melihat apakah dirinya telah memenuhi keseluruhannya?
2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, karena apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia sehingga ia merugi?
Bagaimana cara Muhasabah diri?
  1. Dimulai dari perkara yang wajib, apabila kita mendapati  adanya kekurangan kita menyempurnakannya.
  2. Kemudian terhadap perkara yang dilarang, jika kita mendapati bahwa kita melakukan hal yang dilarang, maka hendaknya kita bertaubat, beristigfar dan berbuat baik.
  3. Menghisab diri dari hal – hal yang kita lalai mengerjakannya, kemudian kita berdzikir.
  4. Menghisab diri terhadap gerakan badan, (mata, lisan, kaki dll)
Keutamaan Muhasabah diri
  1. Mengetahui aib dirinya.
  2. Bertaubat  dan menyesali kesalahannya.
  3. Mengetahui hak Allah terhadapnya.
  4. Bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan menjauh diri dari kemaksiaatan.
  5. Berahlak baik serta mengembalikan hak terhadap keluarganya.
عن أَبي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:أ تَدْرُونَ مَن الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ الله مَن لَا لَهُ دِرْهَمَ وَلَا دِينَارَ وَلَا مَتَاعَ. قَالَ: الْمُفْلِسُ مِن أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَن يَأْتِي بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ, وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا, وَقَذَفَ هَذَا, وَأَكَلَ مَالَ هَذَا, وَضَرَبَ هَذَا, فَيُقْعَدُ, فَيَقْتَصُّ هَذَا مِن حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِن حَسَنَاتِهِ, فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِن خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu? Sahabat menjawab, Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memilii perhiasan.RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga apabila pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dibebankan pada dirinya, lalu dia pun dilemparkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
Sepatut seorang muslim selalu muhasabah dirinya setiap hari bahkan setiap saat, bukan hanya pada akhir tahun atau pada event-event tertentu. Wallahu a’lam

Tuesday, 29 October 2013

JADWAL IMAM SHOLAT DAN PENCERAMAH MASJID ULIN NUHA STAIN PONOROGO




NO.
HARI/TANGGAL
IMAM/PENCERAMAH
TEMA
1
Selasa, 22-10-2013
Dr. Abdul Munim, M. Ag.

Keteladanan Dari Kisah Nabi Isma’il
2
Selasa, 29-10-2013
Dr. Ahmad Munir, M.Ag.

Hikmah Yang Bisa Kita Ambil Di Bulan Dzulhijjah
3
Selasa, 12-11-2013
Drs. HM. Saichu, M.Si.

Muhasabah Di Awal Bulan Muharam
4
Selasa, 19-11-2013
Drs. Muhsin

Peran Pemuda Dalam Memikul Tugas Risalah
5
Selasa, 26-11-2013
H. Suchamdi
Fiqih Da’wah
6
Selasa, 03-12-2013
Dr. Sugihanto, M.Ag

Tanggung Jawab Pemuda Islam
7
Selasa, 10-12-2013
Yufridal N, M.Pd.

Pentingnya Bertauhid
8
Selasa, 17-12-2013
Drs. H. Subroto, M.Si

Bahaya Melupakan Al Qur’an Dan Al Hadits
9
Selasa, 24-12-2013
Zahrul Fata, M.Ag.

Tuntutan Iman Kepada 6 Rukun Iman
10
Selasa, 31-12-2013
Kharisul Wathoni, M.Ag.
Perbedaan Adalah Rahmat
11
Selasa,07 -01-2014
Lutfi Hadi Aminudin, M.Ag

Cara Menyambut Tahun Baru Sesuai Dengan Ajaran Islam
12
Selasa, 14-01-2014
Drs. H. Agus Romdhon S., MHI.

Jadilah Pemuda Islam Yang Benar
13
Selasa, 21-01-2014
Umar Shidiq, M. Ag.

Peranan Keluarga Dalam Masyarakat Islami
14
Selasa, 28-01-2014
M. Tasrif, M.Ag.

Konsep Islam Tentang Persaudaraan Manusia

NB. Adzan dzuhur jam 12.00 WIB tepat
                                                                             Ponorogo, 13 oktober 2013
Ketua takmir masjid ulin nuha
STAIN PONOROGO   


Dr. H. Abdul Munim, M.Ag.

Monday, 28 October 2013

Tak perlu mendengarkan musik........








         Penjelasan sebelumnya adalah hukum mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’). Ada hukum lain, yaitu mendengarkan nyanyian secara interaktif (istima’ li al-ghina’). Dalam bahasa Arab, ada perbedaan antara mendengar (as-sama’) dengan mendengar-interaktif (istima’). Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.

         Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140). “
…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).