# Pernahkah kita menyendiri untuk menghisab segala perbuatan (baik perkataan maupun perbuatan kita)?!
# Apakah kita pernah berusaha untuk menghitung-hitung kejelekan yang kita lakukan sebagaimana kita menghitung-hitung kebaikan?
# Bahkan pernahkah kita merenungi ketaatan yang sering kita bangga-banggakan???
kalau kita dapati semua itu dicampuri dengan riya dan sum’ah, bagaimana kita bersabar dengan kondisi seperti ini??!
Jikalau seperti itu kondisinya, bagaimana kita menghadap Allah dengan membawa beban berat dosa?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الذِّيْنَ امَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ
اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ¤ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِيْنَ نَسُوا
اللهَ فَأَنْسَهُمْ أَنْفُسَهُمْ) الحشر19-18 )
18.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.19. dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa
kepada mereka sendiri.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، أَنَّهُ
قَالَ فِي خُطْبَتِهِ(حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْل أَنْ تُوزَنُوا ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ ، يَوْمَ تُعْرَضُونَ لاَ تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَة)
Umar bin Khattaab Radhiallahu ‘anhu berkata didalam
khutbahnya: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari
kiamat), dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di hari
kiamat), maka sesungguhnya hisab itu akan ringan bagi kalian jika kalian
menghisabnya hari ini (di dunia). Begitu juga dengan hari ‘aradl
(penampakan amal) yang agung), Hari tiada sesuatupun dari keadaanmu yang
tersembunyi (bagi Allah).
¨ Muhasabah (menginstrospeksi diri) itu ada dua macam, sebelum beramal dan sesudahnya.
1. Muhasabah sebelum beramal
yaitu:hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama
munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya
sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada
meninggalkannya.
Hasan al-Bashri berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang
berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena
Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya.
2. Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan semena-mena, tidak semestinya. Padahal hak Allah Subhanahu wata’ala berkaitan dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam. Yaitu:
1) ikhlas dan setia kepada Allah subhanahu wa ta’ala di dalamnya.
2) mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.
3) menyaksikannya dengan persaksian ihsan.
4) menyaksikannya sebagai anugerah Allah subhanahu wa ta’alabaginya
5) menyaksikan kelalaian dirinya di dalam mengamalkannya.
6) Demikian, ia harus melihat apakah dirinya telah memenuhi keseluruhannya?
2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, karena apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia sehingga ia merugi?
Bagaimana cara Muhasabah diri?
- Dimulai dari perkara yang wajib, apabila kita mendapati adanya kekurangan kita menyempurnakannya.
- Kemudian terhadap perkara yang dilarang, jika kita mendapati bahwa kita melakukan hal yang dilarang, maka hendaknya kita bertaubat, beristigfar dan berbuat baik.
- Menghisab diri dari hal – hal yang kita lalai mengerjakannya, kemudian kita berdzikir.
- Menghisab diri terhadap gerakan badan, (mata, lisan, kaki dll)
Keutamaan Muhasabah diri
- Mengetahui aib dirinya.
- Bertaubat dan menyesali kesalahannya.
- Mengetahui hak Allah terhadapnya.
- Bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan menjauh diri dari kemaksiaatan.
- Berahlak baik serta mengembalikan hak terhadap keluarganya.
عن أَبي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:أ تَدْرُونَ مَن الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا:
الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ الله مَن لَا لَهُ دِرْهَمَ وَلَا دِينَارَ
وَلَا مَتَاعَ. قَالَ: الْمُفْلِسُ مِن أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَن
يَأْتِي بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ, وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ
هَذَا, وَقَذَفَ هَذَا, وَأَكَلَ مَالَ هَذَا, وَضَرَبَ هَذَا, فَيُقْعَدُ,
فَيَقْتَصُّ هَذَا مِن حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِن حَسَنَاتِهِ, فَإِنْ
فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِن
خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu? Sahabat menjawab,
Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki
dirham dan tidak memilii perhiasan.RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang
dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain,
memukul orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala
kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga apabila pahala kebaikannya telah
habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan
dibebankan pada dirinya, lalu dia pun dilemparkan ke dalam api neraka.
(HR. Muslim)
Sepatut seorang muslim selalu muhasabah dirinya setiap hari bahkan
setiap saat, bukan hanya pada akhir tahun atau pada event-event
tertentu. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment