
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“ FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM “
Disusun oleh:
Muhammad Taufiqur Rahman (210311146)
Dosen pengampu :
Miftahul Ulum
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PONOROGO
NOVEMBER 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tujuan akhir
pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin, bahwa
insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya
insan yang memiliki dimensi religius, budaya, dan ilmiah.
Untuk
mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, seorang pendidik
harus mempunyai sifat-sifat seorang
pendidik yang baik, mampu
melaksanakan tugas-tugasnya dengan profesional, dan harus memenuhi
syarat-syarat untyk menjadi seorang pendidik. Oleh karena itu, makalah ini
dibuat dan akan membahas tentang hakikat pendidik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Hakikat pendidik dan kedudukan pendidik dalam pendidikan Islam
2.
Jenis-jenis pendidik
3.
Syarat-syarat pendidik
4.
Sifat pendidik yang baik
5.
Tugas-tugas pendidik
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui hakikat pendidik dan kedudukan pendidik dalam
pendidikan Islam?
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis pendidik ?
3.
Untuk mengetahui syarat-syarat pendidik ?
4.
Untuk mengetahui sifat-sifat pendidik ?
5.
Untuk mengetahui tugas-tugas pendidik ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pendidik Dan Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
1.
Secara Etimologi
Pengertian
pendidik secara etimologi sebagaimana dijelaskan oleh WJS. Poerwadarminta
adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan, bahwa pendidik adalah
orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris
dijumpai beberpa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut
seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang
berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah. Selanjtunya, dalam
bahasa Arab dijumpai kata utadz, muddaris, mu’allim, dan muaddib.
Kata ustadz jamkanya asatidz yang
berarti teaccher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di
bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair, Adapun kata muddaris berarti
teacher (guru), instructor (pelatih), lecture (dosen).
Selanjutnya, kata muaddib berarti educator pendidik atau teacher
in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an).
Beberapa
istilah tentang pendidik tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan
pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata – kata yang
bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan
dimana pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan di sekolah disenut teacher,
di perguruan tinggi disebut lecture atau profesor, di rumah
secara pribadi disebut tutor, di pusat – pusat latihan disebut instructor
atau trainer dan di lembga –lembaga pendidikan yang mengajarkan
agama disebut educator.
Dengan
demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang
melakukan kegitan dan memberikan pengetahuan, ketrampilan, pendidikan, serta
pengalaman dan kegiatan ini bisa dilakukam oleh siapa saja dan dimana saja,
termasuk orang tua, masyarakat, guru, dan orang lain.[1]
2.
Secara Terminologi
Pendidikan
Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik.
Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan bagi yang
telah dewasa dan setiap orang bertanggungjawab atas pendidikannya sendiri serta
bertanggungjawab atas pendidikan orang lain. Hal ini tercemin dalam firman
Allah.SWT. sebagai berikut:
Artinya
“Hai orang –
orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat – malaikat
yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya
kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,”(Q.S. Al-Tahrim: 6)
Di Indonesia
pendidik disebut juga guru yaitu “orang yang digugu dan dituru” Menurut Hadari
Nawawi guru adalah orang – orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran di sekolah atau di kelas. Didalam Undang – Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, tutor,
instruktor, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpatisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[2]
Adapun pengertian pendidik menurut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam sama
dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggungjawab terhadap
perkembangan peserta didik.
Penjelasan
mengenai mengenai kedudukan guru, Imam Al Ghazali seorang ahli didik Islam juga
memandang bahwa pendidik mempunyai kedudukan utama dan sangat penting.
Menurutnya, seorang sarjana yang bekerja mengamalkan ilmunya adalah lebih baik
daripada seorang yang hanya beribadat saja, puasa saja setiap hari dan
sembahyang setiap malam. Al-Ghazali dengan dalil aqlinya mengatakan bahwa
menjadi pendidik sangatlah penting. Ia berkata, “Mulia dan tidaknya pekerjaan
itu diukur dengan apa yang dikerjakan.” Guru mengolah bagian yang mulia
diantara anggota – anggota manusia, yaitu akal dan jiwa dalam rangka
menyempurnakan, memurnikan, dan membawanya mendekati Allah semata.”[3]
Sebagaimana firman Allah .SWT.
øÎ)ur xs{r& ª!$# t,»sVÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# ¼çm¨Zä^Íhu;çFs9 Ĩ$¨Z=Ï9 wur ¼çmtRqßJçGõ3s? çnrät7uZsù uä!#uur öNÏdÍqßgàß (#÷rutIô©$#ur ¾ÏmÎ/ $YYoÿsS WxÎ=s% (
}§ø©Î7sù $tB crçtIô±o ÇÊÑÐÈ
Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil
janji dari orang – orang yang telah diberi Kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu
menerangkan isi Kitab itu kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikan,’
lalu mereka melemparkan janji itu, ke belakang punggung mereka dan mereka
menukarnya dengan harga sedikit, Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”
(Q.S. Ali ‘Imran: 187)
B.
Jenis Pendidik
Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam, yaitu:
1.
Allah.SWT.
Kedudukan
Allah.SWT. sebgai pendidik dapat dipahami dalam firman Allah.SWT. yang
diturunkanya kepada Nabi Muhammad .SAW. antara lain:
-
Dan (Allah) allama(mengajarkan) segala macam nama kepada Adam...(Q.S. Al-Baqarah)
-
Sabda
Rasulullah.SAW.
“Tuhanku telah
adabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan.”
2.
Nabi Muhammad.SAW.
Nabi sebagai
penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk – petunjuk kepada
seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia
ajaran – ajaran tersebut.
3.
Orang Tua
Al-Quran
menyebutkan sifat – sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu
memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio
dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan
Tuhan, memrintahkan anaknya agaar menjalankan perntah shalat, sabar dalam
menghadapi penderitaan. (Lihat Q.S. Lukman:12-19). Itulah sebabnya orang tua
disebut “pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah
qudratnya menjadi pendidik.
4.
Guru
Pendidik di
lembaga persekolahan disebut dengan guru. [4]
C.
Syarat – Syarat Pendidik
Al-Kanani (w.
733 H) mengemukakan persyaratan seornag pendidik atas tiga macam, yaitu: 1)
Yang berkenaan dengan dirinya sendiri, 2) Yang berkenaan dengan pelajaran, dan
3) Yang berkenaan dengan muridnya.
Pertama,
syarat- syarat guru yang berhubungan dengan dirinya, yaitu:
1.
Hendaknya seorang guru menghindarkan diri terhadap segala perbuatan
dan perkataan yang tidak berguna.
2.
Guru harus bersifat zuhud.
3.
Hendaknya guru memelihara syiar – syiar Islam.
4.
Hendaknya guru selalu menambah khazanah keilmuannya dan bersikap
terbuka terhadap masukan apapun dan dari manapun.
5.
Hendaknya guru melukan hal – hal yang disunahkan oleh agama, baik
lisan maupun agama.
Kedua, syarat –
syarat yang berhubungan dengan pelajaran, yaitu:
1.
Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci
dari hadas dan kotoran serta memakai pakaian yang baik dan berdo’a dengan maksud mengagungkan ilmu dan
syari’at.
2.
Sebelum mengajar, seorang guru sepantasnya untuk menyucikan hati
dan niatnya serta sebelum memberikan pelajaran berdo’a agar memperoleh berkah
dalam mengajar.
3.
Guru harus menyampaikan materi yang diberikan dengan jelas agar
siswa dapat memahai dengan mudah.
4.
Guru harus menguasai bidang studi yang akan diajarkan.
5.
Bersikap bijak.
Ketiga, syarat
– syarat ketika berada diantara muridnya, yaitu:
1.
Guru hendaknya memperlakukan semua muridnya dengan sama.
2.
Guru hendaknya memotivasi muridnya.
3.
Guru hendaknya mengetahui dari setiap batasan kemampuan yang
dimiliki oleh muridnya.
4.
Guru harus melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar.
5.
Guru hendaknya berusaha memenuhi kemaslahatan murid.
6.
Guru hendaknya memantau perkembangan muridnya, baik dari segi
intelektual maupun akhlaknya.[5]
D.
Sifat Pendidik Yang Baik
Menurut Athiyah
Al-Abrasyi, seorang pendidik Islam harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lain:
1.
Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar
karena mencari keridaan Allah semata.
2.
Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat
riya’(mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan sifat tercela
lainnya.
3.
Ikhlas dalam kepercayaan.
4.
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya.
5.
Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti mencintai
anaknya sendiri.
6.
Seorang guru haru mengetahui kepribadian muridnya agar ia tidak
keliru dalam mendidik muridnya.
7.
Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikan
serta terus memperdalam ilmunya.
Imam Al-Ghazali
memberi nasihat kepada para pendidi Islam agar memilki sifat-sifat sebagai
berikut:
1.
Pendidik harus menganggap anak didiknya sebagi anak kandungnya
sendiri.
2.
Pendidik harus ikhlas tanpa pamrih dalam pengabdiannya kepada
pendidikan sebagai washilah pengabdian kepada Allah.SWT.
3.
Pendidik harus mengajarkan semua ilmunya untuk meningkatkan
ketauhidan.
4.
Pendidik harus sabar.
5.
Pendidik harus mempertimbangkan kemempuan rasio dan mentalitas anak
didiknya dalam menyampaikan pendidikannya.
6.
Pendidik harus memberikan motivasi kuat kepada anak didiknya agar
mencintai semua ilmu yang diberikan.
7.
Pendidik harus memberikan mata pelajaran berupa pengenalan
pengetahuan sehari-hari agar mudah mengerti dan memahaminya.
8.
Pendidik harus memberi teladan bagi anak didiknya. (Nur Uhbiyati,
2005: 77-78)
E.
Tugas – Tugas Pendidik
Seorang
pendidik bukan hanya mentrasferkan ilmunya kepada peserta didik saja tetapi
juga harus bertanggungjawab terhadap pengelolaan, fasilitator, dan perencanaan.
Oleh karena itu tugas seorang pendidik dapat dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
1.
Sebagi instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun dan mengakhiri
dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.
Sebagi educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik
pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian insan kamil seiring dengan
tujuan Allah.SWT. menciptakannya.
3.
Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan
diri sendiri, peserta didik, dan masyrakat yang terkait terhadap berbagai
masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrolan, dan partisipasi atas pogram pendidikan yang dilakukan.[6]
Adapun tugas
guru menurut Syaiful Bahri (2005:35), guru bertugas menuangkan ilmu pengetahuan
kepada anak didik dan memberikan
motivasi agar semua anak didiknya bersemangat mencari, menggali, dan
mengembangkan ilmu. Guru pun berkewajiban membentuk mentalitas anak didik
dengan tuntutan agama, agar anak didik berakhlak mulia. Sehingga, tugas seorang
guru bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan saja tetapi juga diimbangi dengan
pembentukan kepribadian yang baik. Guru juga harus bertanggungjawab untuk
mengarahkan perilaku anak didiknya dengan cara – cara yang edukatif. Guru
membina anak didiknya cara bertindak yang baik yang dapat dilakukan di
lingkungan sekolah atau diberikan contoh teladan di dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik juga dan diterapkan
dalam kehidupan sehari – hari karena setiap murid akan mencontoh apa yang
dilakukan oleh gurunya.
[1] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005), 113 – 114
[2] Undang – Undang SISDIKNAS 2003 UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab I pasal 1
point 5 dan 6
[3] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009), 70-71
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006),
59-60
[5] Ibid., 69-73
[6] Samsul Nizar, Filasafat Pendidikan Islam (Jakarta selatan:
Ciputat Pers, 2002), 44
No comments:
Post a Comment