Friday, 6 November 2015

PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN DAN PENDIDIKAN SERTA KONSEP DASAR HUKUM PENILAIAN



PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN DAN PENDIDIKAN SERTA KONSEP DASAR HUKUM PENILAIAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Model Penilaian Kelas”
Dosen Pengampu:
Drs.Ju’subaidi, M. Ag.
Disusun oleh:
Muhammad Taufiqur Rahman            210311146
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO
2013   
                                                                                                                          

 

 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Salah satu tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam undang-undang sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 (bab II; pasal 3) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia. Kutipan lengkap pasal tersebut seperti ini
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Pendidikan akhlak adalah pendidikan budi pekerti, sopan santun, tata krama, adab, moral, atau etika.[2] Walaupun arti beberapa terminologi kadang kala dibedakan, tapi pada akhirnya semua terminologi sama berisi tentang konsep baik dan buruk.Dalam Islam jelas sekali, pendidikan budi pekerti ini menempati posisi penting, bahkan pahala bagi yang melakukan budi pekerti yang baik, selain tentu saja ketaqwaan, adalah syurga, seperti yang disebutkan oleh hadis di atas.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian ta’dib?
2. Apa tujuan konsep ta’dib?
2. Apa implikasi ta’dib untuk pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ta’dib
Secara etimologi, ta’dib-bentuk masdar dari kata kerja addaba-yuaddibu-ta’diban-diterjemahkan menjadi pendidikan sopan santun atau adab[3]. Dari sisi etimologi ini, kita bisa memahami bahwa ta’dib itu berkenaan dengan budi pekerti, moral, dan etika. Dalam Islam, budi pekerti, moral, dan etika itu “satu meja” dengan akhlak.
Menurut terminologi, ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang ditujukan kepada pembinaan budi pekerti pelajar dan berujung pada proses penyempurnaan akhlak sebagaimana Rasulullah sabdakan dalam sebuah hadis, yang berbunyi, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.”
Kata ta’dib yang berarti pendidikan atau mendidik ini bisa dilacak dalam hadis yang  berbunyi: “Addabani rabbi fa’ahsana ta’dibi” (Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku)[4]. Dengan jelas hadis ini menyebutkan kata ta’dib atau turunannya (addibni) yang diartikan sebagai pendidikan atau mendidik.
Arti lebih luas tentang ta’dib ini dijelaskan oleh Sayyed Muhammad an-Naquib al-Attas. Menurutnya, kata ta’dib adalah:
Pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan. [5]
Dari arti ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), dan pengasuhan (tarbiyah). Oleh karena itu menurutnya, kita tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan Islam sebagai integrasi dari tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Hal ini disebabkan karena ta’dib telah mewakili konsep pendidikan Islam. Ia adalah istilah yang paling tepat untuk menunjukkan arti pendidikan Islam.[6]
Penjelasan al-Attas ini menegaskan bahwa ta’dib ini meliputi semua konsep pendidikan dalam Islam, termasuk konsep ta’lim dan tarbiyyah yang selama ini kedua konsep ini sering dibedakan dengan konsep ta’dib.
Sebagai usaha pembentukan tata krama, Amatullah Armstorng dalam buku “Sufi Terminology (al-Qamus al-Sufi): The Mystic Language of Islam,” menjelaskan bahwa ta’dib terbagi empat:
(1) ta’dib adab al-haq, pendidikan tata karma spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan; (2) ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata karma spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja (Malik) dengan menempuh tata karma yang pantas; (3) ta’dib adab al-syariah, pendidikan tata karma spiritual dalam syariah, yang tatacaranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata karma yang mulia; (4) ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata karma spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berprilaku mulia di antara sesama.[7]
Mengapa manusia harus memahami konsep ta’dib dan mengamalkan nilai-nilai akhlak yang baik?  Pada dasarnya, manusia makhluk yang bermoral atau beradab, sebagaimana ia diciptakan dengan potensi untuk berbuat baik. Manusia dianggap bermoral karena ia mempunyai akal, sementara binatang tidak bermoral karena binatang tidak mempunyai akal; ia hanya mempunyai naluri saja.
Konsep ta’dib bisa dilihat dalam al-Quran surat Luqman ayat 13 sampai 19. Dan Ayat 21 Surat al-Ahzab juga berbicara tentang ta’dib, terutama akhlak yang dicontohkan oleh Nabi dan harus diikuti oleh umat. Ayat berbunyi:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Ayat ini mempertegas bahwa akhlak Nabi harus dijadikan teladan karena akhlak Nabi adalah al-Quran. Dalam persfektif pendidikan, seorang pelajar harus mengikuti akhlak Nabi ini sehingga ia tumbuh menjadi pelajar yang berakhlak mulia.
Konsep ta’dib dalam hadis bisa dilacak dari hadis yang salah satunya telah saya sebutkan sebelumnya, yaitu  “Yang terbanyak memasukkan ke surga ialah takwa kepada Allah dan budi pekerti luhur”,  “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”, dan “Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku”.
Hadis yang artinya “Yang terbanyak memasukkan ke surga ialah takwa kepada Allah dan budi pekerti luhur” menjelaskan bahwa pendidikan budi pekerti ini bersanding dengan konsep taqwa. Artinya, pendidikan budi pekerti ini menjadi bagian dari taqwa dan menempati posisi penting dalam moralitas keagamaan.
Hadis kedua yang artinya “Aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur” menunjukan pentingnya budi pekerti ini dalam kehidupan sehingga Rasulullah S.A.W. sengaja diutus untuk “membereskan” akhlak ini. Pernyataan rasul ini mempertegas pentingnya pendidikan budi pekerti ini untuk membangun umat yang beradab.
Hadis ketiga yang artinya “Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku” memperlihatkan bahwa Rasulullah adalah “murid” Allah S.W.T. Allah langsung mendidik Nabi tentang adab, sehingga rasul tumbuh menjadi manusia yang beradab.
      2.2 Tujuan konsep ta’dib 

Menurut Imam al-Ghazali tujuan pedidikan Islam adalah mencapai kedekatan diri kepada Allah Swt, guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Namun, Abdul Fattah Jalal, tujuan pendidikan Islam “mempersiapkan manusia yang ‘abid yang menghambakan dirinya kepada Allah Swt. Ada juga yang berpendapat tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut.[8] Mengandung keinginan untuk mewujudkan manusia yang sempurna (insan kamil) yang dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifaan, dan pewaris nabi. Dari beberapa tujuan pendidikan diatas ada kemiripan dengan pendapat al-Attas yaitu;
The purpose of seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness in man and individual self. The end of uducation in Islam  is to produce a good man, and not---as in the case of westren civilization--- to produce a good man, and citizen. By ‘good’ in the concept of good man is meant precisely the man of adab in the sence here explained as encompassing the spiritual and material life of man.[9]
2.3 Implikasi Ta’dib Terhadap Pendidikan Islam
Bagaimana implikasi hadis terhadap pendidikan Islam? Jawabanya konsep ta’dib sangat mempengaruhi konsep pendidikan Islam, bahkan konsep ta’dib ini merupakan esensi pendidikan Islam. Hal ini bisa dilihat dari pendapat Nurcholis Madjid. Menurutnya, pendidikan islam adalah pendidikan untuk pertumbuhan total manusia, yaitu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebaikan kepada sesama manusia (akhlaqul karimah).[10]
Jadi, menurut beliau pendidikan Islam pada akhrinya ditujukan kepada penyempurnaan keluhuran budi pekerti. Oleh karena itu, hadis yang menyatakan bahwa“sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan berbagai keluhuran budi” menunjukan kedudukan budi pekerti dalam pendidikan Islam.
Syekh Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia yang baik. Oleh karena itulah makanya orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan al-Attas sebagai orang yang beradab. Ia menulis:“Orang yang baik itu adalah orang yang menyadari sepenuhnya akan tanggungjawab dirinya kepada Tuhan yang Haq, yang memahami dan menunaikan kewajiban terhadap dirinya sendiri dan orang lain yang terdapat dalam masyarakatnya.”
Ia juga mengatakan bahwa orang yang terpelajar adalah orang baik, yaitu orang yang beradab adab dalam artian yang menyeluruh, yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya.’

BAB III
KESIMPULAN
Ta’dib berkenaan dengan budi pekerti, sopan santun, akhlak, moral, dan etika. Dalam konsep pendidikan, ta’dib ini dipahami sebagai pendidikan adab atau pendidikan akhlak. Namun ta’dib juga memuat juga konsep ta’lim dan tarbiyyah. Tujuan pendidikan adab ini supaya pelajar tumbuh menjadi manusia yang beradab.
Konsep ta’dib ini diabadikan dalam al-Quran, diantaranya Surat Luqman ayat 13-19 dan Surat al-Ahzab ayat 21 dan beberapa hadis Nabi juga mengabadikan konsep ta’dib ini. Ayat-ayat al-Quran dan hadis ini menegaskan bahwa konsep ta’dib menjadi bagian yang sangat peting dalam Islam.
Implikasi ta’dib terhadap pendidikan Islam adalah bahwa konsep ta’dib ini menjadi esensi pendidikan Islam. Implikasi tesebut mewujud dalam konsep kecerdasan emosional dan spiritual yang harus dimiliki oleh para pelajar.










DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Predana Media Grouf, 2000), 63.
al-Attas. The Concept of Education in Islam; A Framework for an Islamic Philosophy of Education. Kuala Lumpur: ISTAC, 1999.
Fajar, Malik. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Dunia. 1999.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2008.
 Ngator, Zaenul. Ta`Lim,Ta`Dib, Dan Tarbiyah. 19 maret 2013.  Lihat di http://mimbarbaiturrahman.blogspot.com/2009.
Putra Daulay, Haidar. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Yunus, Mahmud. Qamus. Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1990.
http://cecengsalamudin. Wordpress.com


[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 215-216.
[2] Ibid. 216.
[3] Mahmud Yunus, Qamus (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah. 1990), 37.
[4] Abdul Mujib dan Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media group., 2008), 20.
[5] Ibid.
[6] Zaenul Ngator, Ta`Lim,Ta`Dib, Dan Tarbiyah, 19 maret 2013.  Lihat di http://mimbarbaiturrahman.blogspot.com/2009
[7] http://cecengsalamudin. Wordpress.com diakses pada tanggal 20 maret 2013
[8] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Predana Media Grouf, 2000), 63.
[9] al-Attas, The Concept of Education in Islam; A Framework for an Islamic Philosophy of Education (Kuala Lumpur: ISTAC, 1999), 22.
[10] A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fajar Dunia. 1999), 3.

No comments:

Post a Comment